Pandangan Mata Saat Shalat

Menoleh dalam shalat. Picture courtesy of http://pedia.muftisays.com
Kerap kali kita menyaksikan saat seseorang sedang shalat pandangan matanya melirik ke arah lain atau memandang ke atas, dan ada juga yang memejamkan atau  menutup matanya. Yang melirikkan matanya mengesankan orang tersebut tidak khusyu, sedangkan yang menutup matanya mengesankan orang tersebut sedang berusaha untuk khusyu di dalam shalatnya. Lantas bagaimanakah petunjuk dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dalam hal ini?

Sesungguhnya di antara kesalahan orang yang shalat adalah memandang ke tempat selain tempat sujud dan memejamkan matanya. Telah datang perintah yang menganjurkan orang shalat untuk menundukkan pandangannya dan melihat tempat sujud, kecuali saat tasyahhud (duduk tahiyat)  dimana hendaknya memandang isyarat jari telunjuknya dan tidak lebih dari itu.
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha dia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tentang menoleh ketika shalat. Beliau bersabda, “Menoleh itu adalah ikhtilash (upaya tipu daya) yang dilakukan oleh syaithan dari shalat yang dikerjakan seorang hamba.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam ash-Shahih II/234 dan VI/338, Abu Dawud di dalam as-Sunan I/239, at-Tarmidzi di dalam al-Jaami II/482, dll.)
Dari Anas radhiallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Bagaimana keadaan kaum yang mengangkat pandangan matanya ke langit ketika shalat?” Beliau sangat keras menanggapi masalah ini sehingga beliau bersabda, “Hendaklah mereka benar-benar mengakhiri perbuatan itu atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam ash-Shahih II/233, an-Nasa’i di dalam al-Mujtaba III/7, Abu Dawud di dalam as-Sunan I/240, dll.)
Dari Jabir bin Samrah radhiallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan mata mereka yang terangkat ke langit ketika shalat atau pandangan itu tidak akan kembali lagi pada mereka.”  (Diriwayatkan oleh Muslim di dalam ash-Shahih I/321, Abu Dawud di dalam as-Sunan I/240, Ibnu Majah di dalam as-Sunan I/332 dan Ahmad di dalam al-Musnad V/90)
Menoleh dalam shalat selain bisa memutus konsentrasi kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga disebut sebagai ikhtilash yang artinya sesuatu yang dirampas secara paksa dan secara sombong. Atau sesuatu yang disambar dan dibawa lari tanpa ada perlawanan, sekalipun dalam pengawasan pemiliknya. Dalam bahasa Arab, yang disebut dengan naahib (perampas) adalah orang yang mengambil barang dengan paksa dan menggunakan kekuatan. Sedangkan yang dimaksud dengan saariq (pencuri) adalah orang yang mengambil barang sewaktu pemiliknya lengah. Ketika syaithan membujuk orang yang sedang shalat untuk menoleh ke arah mana saja tanpa ada keperluan, maka dia serupa dengan mukhtalish. Dinamakan denganikhtilash karena sebagai ungkapan buruk perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya, sebab orang yang sedang shalat pada hakikatnya sedang menghadap Rabb-nya Subhanahu wa Ta’ala, dan syaithan akan selalu mengintai kelengahannya. Ketika dia menoleh itulah syaithan akan mencuri kesempatan dan menguasai kondisi tersebut. (Fathul Baari II/235)
Namun shalat tidak menjadi batal karena menoleh kecuali jika sampai berpaling dari arah kiblat atau membelakanginya. Ibnu Abdil Barr berkata, “Jumhur ulama mengatakan bahwa menoleh yang ringan (tidak keterlaluan) tidak menyebabkan shalat menjadi rusak.”
Mengenai memejamkan mata dalam shalat, Ibnul Qayyim berkata, “Memejamkan mata bukanlah ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika shalat. Telah dijelaskan bahwa beliau memandang jari telunjuknya ketika duduk tasyahhud dan pandangan beliau tidak melebihi jari telunjuknya itu.”
Al-Fairuz Abadi berkata, “Dahulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam membuka kedua matanya al-mubarakah (yang penuh berkah) ketika mengerjakan shalat. Beliau tidak memejamkannya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang yang ahli ibadah.” (Safar as-Sa’adah hal. 20)
Banyak hadits yang membuktikan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tidak memejamkan kedua matanya ketika shalat. Di antaranya ketika beliau menghalangi binatang yang hendak lewat di hadapannya ketika shalat, melihat surga dan neraka, ketika menghalangi seorang pemuda dan wanita yang akan lewat di depannya dan ketika syaithan datang kepadanya ketika shalat lantas beliau memegang dan mencekiknya.
Para ulama masih memperselisihkan apakah memejamkan mata ketika shalat makruh atau tidak. Bahkan ada sebagian ulama yang membolehkannya karena memejamkan mata sangat membantu seseorang untuk khusyu yang menjadi ruh shalat. Namun yang benar jika tanpa memejamkan mata bisa mengerjakan shalat dengan khusyu, maka itu lebih afdhal. Sedangkan apabila benda yang berada di hadapannya bisa mengganggu konsentrasinya , maka tidak makruh memejamkan mata. Bahkan yang mengatakan sunnah dalam kondisi seperti ini lebih mendekati dengan maksud syariat daripada memvonisnya sebagai perbuatan makruh. Wallahu a’lam.
***
Rujukan:
Koreksi Total Ritual Shalat, Abu Ubaidah Masyhur Hasan Salman, Pustaka Azzam.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...